Cari Blog Ini

Minggu, 26 September 2010

Fenomena alam

Berita – berita yang tayang belakangan ini gencar membicarakan tentang alam. Fenomena Jl RE Martadinata yang ambles di karenakan faktor alam, selain itu juga cuaca yang akhir – akhir ini sangatlah ekstrem yang mengakibatkan hujan deras sepanjang hari sehingga mengakibatkan banjir dan kemacetan di jakarta.

Untuk Jl RE Martadinata sendiri sampai saat ini belum ada keterangan resmi mengenai penyebab amblesnya Jl RE Martadinata. Tetapi pernyataan Pakar geologi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jan Sopaheluwakan mengatakan, amblesnya JL RE Martadinata dikarenakan perencanaan proyek yang kurang matang. Dia membantah jika faktor alam disebut sebagai satu-satunya penyebab jalan tersebut ambles.

Sementara itu, genangan air dan banjir yang sering kita jumpai di beberapa daerah di jakarta akhir – akhir ini di sebabkan saluran air yang tidak berfungsi dengan baik, akibatnya aliran air meluap dan menyebabkan genangan air, peningkatan pembangunan yang tidak mempedulikan lingkungan sekitar, pembuangan sampah ke sungai, serta pembangunan rumah di bantaran sungai.

Yang harus memikirkan masalah ini bukan hanya satu pihak saja melainkan semua warga masyarakat dan pemerintah bekerja sama untuk mencegah terjadinya banjir di jakarta. Karena dampak besar yang nantinya akan terjadi, sangat merugikan masyarakat.

Selasa, 21 September 2010

MEMBANGUN MENTAL WIRAUSAHA DI USIA MUDA

Kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan ekonomi adalah beberapa persoalan yang masih membelit Indonesia saat ini. Perlu upaya dan kerja keras dari semua pihak untuk mengatasinya. Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah pengangguran adalah dengan menciptakan Wirausaha baru. Banyak keuntungan membangun mental untuk berwirausaha sejak usia muda. Selain berada di usia produktif, pikiran jernih, dan semangat menggebu. Alhasil, sukses pun dapat diraih.

Bahwasanya terdapat berbagai permasalahan yang mengganjal mengenai kesanggupan berwirausaha. Kiranya tidak sukar menyebutkan serentetan nama penulis dan ahli-ahli, yang semuanya memberikan penilaian bahwa orang Indonesia kebanyakan kurang memiliki kesanggupan ber-wirausaha. Tidak sepenuhnya permasalahan karena kebijakan pemberian kredit dari pemerintah, tetapi ada hal yang lebih tepat dibanding sekedar pemberian kredit. Yakni, penanaman mental dan karakter ber-wirausaha. Oleh karena itu mental wirausahawan harus ditanamkan sejak usia muda. Keahlian tersebut tidak akan dating secara mendadak, melainkan harus dilatih sejak dini. Dimana setiap Mahasiswa yang tamat dari Perguruan Tinggi tidak hanya berpikir untuk mencari pekerjaan dan menjadi tenaga siap pakai, tetapi bagaimana mereka bisa memulai usaha mereka sendiri dan membuka lapangan pekerjaan bagi khayalak ramai.

Oleh sebab itu, menjadi penting untuk segera memperkenalkan kewirausahaan ke dalam kurikulum pendidikan. Beberapa Perguruan Tinggi telah memasukkan kurikulum kewirausahaan, salah satunya adalah UAI (Universitas Al-azhar Indonesia ). Kurikulum yang dibuat harus berbasis entrepreneurship. Kurikulum berbasis kewirausahaan merupakan kurikulum kunci yang akan menjadi ukuran keberhasilan Perguruan Tinggi menciptakan lulusan yang berdaya saing tinggi. Selain itu tidak hanya Jiwa wirausaha yang tertanam tetapi UKM akan berkembang dengan sendirinya.

MEROKOK DAN KEMISKINAN

Dewasa ini kebiasaan merokok disebut juga sebagai “ Tobasco Dependency “ atau ketergantungan pada tembakau. Ketergantungan pada tembakau di definisikan sebagai perilaku penggunaan tembakau yang menetap, biasanya lebih dari ½ bungkus rokok per hari. Beberapa alasan mengapa seseorang merokok, antara lain ingin tahu, coba-coba, ingin dianggap dewasa atau macho, pengaruh lingkungan dan tekanan kelompok, dan korban iklan. Melihat perkembangan kebiasaan merokok di Indonesia yang semakin lama semakin parah, nampaknya harapan untuk menanggulangi masalah ini semakin tipis, namun sebenarnya hal tersebut bukan tidak mungkin dilakukan.

Penelitian dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) menyebutkan, hampir separuh orang miskin di Indonesia rela kelaparan demi menghisap sebatang rokok. Data menunjukkan, pengeluaran untuk rokok memang lebih tinggi dibanding untuk membeli daging, susu, telur, dan buah. Apalagi untuk biaya kesehatan dan sekolah. Tiga dari empat keluarga miskin di Indonesia mengalokasikan anggaran rumah tangga mereka untuk rokok. Jadi merokok bukan hanya berbahaya bagi kesehatan tetapi juga bagi ekonomi masyarakat.

Oleh sebab itu, Dinas Kesehatan sedang merancang Pencabutan kartu jaminan kesehatan masyarakat miskin yang merokok. Menurut pemerintah ini merupakan langkah yang bijak dalam memecahkan masalah kesehatan dan dampak buruk pada gizi balita sehingga meningkatkan resiko kurang gizi dan kematian pada balita. Hal ini disebabkan dari zat-zat kimia yang terkandung dari rokok.

Menurut pandangan penulis, langkah-langkah yang diambil pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan memang tujuannya baik yaitu mengurangi atau bahkan sebagai sarana pembelajaran bagi masyarakat miskin untuk lebih memahami bahaya yang ditimbulkan akibat kebiasaan merokok. Dari segi ekonomi, masyarakat miskin dapat dengan bijak mengalokasikan pendapatan untuk kebutuhan hidup keluarganya.

Tetapi yang jadi permasalahan adalah, bagaimana pemerintah mengidentifikasi masyarakat yang merokok dan mencabut Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK-Gakin) mereka. Selain itu apa yang dilakukan pemerintah jika anggota keluarga lain yang bukan seorang perokok sakit dan keluarga tersebut tidak memiliki Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK-Gakin). Pemerintah harus harus serius menggodok kebijakan yang masih dalam pro dan kontra ini. Sehingga upaya pemerintah dalam gerakan mengurangi kebiasaan merokok masyarakat miskin dapat terwujud. Bukan hanya itu saja tetapi juga meningkatkan status kesehatan masyarakat di masa depan dan dapat menghasilkan Sumber Daya Manusia yang lebih baik lagi.